IDI kini berdiri sebagai benteng terakhir etika kedokteran di tengah gempuran regulasi dan teknologi. Pengesahan Undang-Undang Kesehatan (Omnibus Law) telah secara signifikan mengurangi otonomi profesi, terutama dengan menghapus kewenangan IDI dalam memberikan rekomendasi SIP (Surat Izin Praktik). Perubahan ini menciptakan ruang hampa kendali mutu yang secara tradisional dipegang oleh organisasi profesi. Tantangan etika saat ini adalah bagaimana memastikan bahwa standar profesionalisme dan kode etik profesi tetap ditegakkan secara seragam ketika mekanisme self-regulation internal IDI dilemahkan oleh sentralisasi kewenangan pemerintah.
Di sisi lain, perkembangan telemedisin membawa risiko etika baru yang kompleks. Meskipun inovasi ini memperluas akses kesehatan, IDI harus memastikan bahwa kerahasiaan medis dan perlindungan data pasien terjamin di platform digital. Selain itu, praktik virtual berpotensi mengaburkan garis batas hubungan dokter-pasien yang berlandaskan kepercayaan. Melalui Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), IDI harus proaktif merumuskan pedoman ketat, memastikan teknologi digunakan untuk mendukung keputusan klinis, bukan untuk menggantikan otonomi pasien atau mendorong praktik yang hanya berorientasi komersial.
Untuk mempertahankan integritasnya, IDI kini harus memperkuat fungsi internalnya, terutama dalam pendidikan dan pengawasan. Fokus utama adalah mengintegrasikan etika dan hukum kesehatan pasca-UU baru ke dalam Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKS). Ini adalah cara IDI untuk terus menanamkan nilai-nilai etika profesi kepada anggotanya, memastikan setiap dokter, dari praktik konvensional hingga praktik digital, memahami risiko dan kewajiban moral yang meningkat. Dengan demikian, IDI menjaga kompetensi dan moralitas dokter dari dalam, mengimbangi tekanan regulasi eksternal.
Sikap IDI dalam menghadapi badai ini adalah melakukan advokasi hukum dan kajian kritis secara berkelanjutan, menegaskan bahwa pelemahan otonomi profesi secara langsung dapat berdampak negatif pada keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan di masa depan. IDI harus tegas dalam menentang segala bentuk komersialisasi pelayanan yang mengancam prinsip kepentingan terbaik pasien. Dengan berpegang teguh pada etiket profesi, IDI berupaya menunjukkan bahwa ia tetap merupakan penjaga integritas moral profesi kedokteran Indonesia, terlepas dari perubahan struktur regulasi nasional.